Wawan,
seorang bujangan berumur 28 tahun yang saat ini sedang kebingungan. Pasalnya,
panggilan pekerjaan dari sebuah perusahaan dimana dia melamar begitu mendadak.
Dia
bingung bagaimana harus mencari tempat tinggal secepat ini. Perusahaan dimana
dia melamar terletak di luar kota, jangka waktu panggilan itu selama empat
hari, dimana dia harus melakukan tes wawancara.
Akhirnya
dia memaksa berangkat besoknya, dengan tujuan penginapanlah dimana dia harus
tinggal. Dengan bekal yang cukup malah berlebih mungkin, sampailah dia di
penginapan dimana perusahaan yang dia lamar terletak di kota itu juga.
Sudah 2
hari ini dia tinggal di penginapan itu, selama ini dia sudah mempersiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan guna kelancaran dalam tes wawancara nanti.
Sampai
pada akhirnya, dia membaca di surat kabar, bahwa disitu tertulis menerima
kos-kosan atau tempat tinggal yang permanen. Kemudian dengan bergegas dia
mendatangi alamat tersebut.
Sampai
pada akhirnya, sampailah dia di depan pintu rumah yang dimaksud itu. Perlahan Wawan mengetuk pintu,
tidak lama kemudian terdengar suara kunci terbuka diikuti dengan seorang wanita
tua yang muncul.
“Iya,
ada perlu apa, Pak..?”
“Oh,
begini.., tadi saya membaca surat kabar, disitu tertulis bahwa di rumah ini
menyediakan kamar untuk tempat tinggal.” sahut Wawan seketika.
“Oh, ya,
memang benar, silakan masuk Pak, biar saya memanggil nyonya dulu,” wanita tua
itu mempersilakan Wawan masuk.
“Hm..,
baik, terima kasih.”
Sejenak
kemudian Wawan sudah duduk di kursi ruang tamu. Terlihat sekali keadaan ruang
tamu yang sejuk dan asri. Wawan memperhatikan sambil melamun. Tiba-tiba Wawan dikejutkan oleh
suara wanita yang masuk ke ruang tamu.
“Selamat
siang, ada yang perlu saya bantu..?”
Terhenyak
Wawan dibuatnya, di depan dia sekarang berdiri seorang wanita yang boleh
dikatakan belum terlalu tua, umurnya sekitar 40 tahunan, cantik, anggun dan
berwibawa.
“Oh..,
eh.. selamat siang,” Wawan tergagap kemudian dia melanjutkan, “Begini Bu…”
“Panggil
saya Bu Mira..,” tukas wanita itu menyahut.
“Hm.., o
ya, Bu Mira, tadi saya membaca surat kabar yang tertulis bahwa disini ada kamar
untuk disewakan.”
“Oh, ya.
Hm.., siapa nama anda..?”
“Wawan
Bu,” sahut Wawan seketika.
“Memang
benar disini ada kamar disewakan, perlu diketahui oleh Nak Wawan bahwa di rumah
ini hanya ada tiga orang, yaitu, saya, anak saya yang masih SMA dan pembantu
wanita yang tadi bicara sama Nak Wawan, kami memang menyediakan satu kamar
kosong untuk disewakan, selain agar kamar itu tidak kotor juga rumah ini biar
tambah ramai penghuninya.” dengan singkat Bu Mira menjelaskan semuanya.
“Hm, suami
Ibu..?” tanya Wawan singkat.
“Oh ya,
saya dan suami saya sudah bercerai satu tahun yang lalu,” jawab Bu Mira
singkat.
“Ooo,
begitu ya, untuk masalah biayanya, berapa sewanya..?” tanya Wawan kemudian.
“Hm,
begini, Nak Wawan mau mengambil berapa bulan, biaya sewa sebulannya tujuh puluh
ribu rupiah,” jawab Bu Mira menerangkan.
“Baiklah
Bu Mira, saya akan mengambil sewa untuk enam bulan,” kata Wawan.
“Oke,
tunggu sebentar, Ibu akan mengambil kuitansinya.”
Akhirnya setelah mengemasi barang-barang di penginapan, tinggallah Wawan disitu dengan Bu Mira, Ida anak Bu Mira dan Bik Sumi pembantu Bu Mira.
Akhirnya setelah mengemasi barang-barang di penginapan, tinggallah Wawan disitu dengan Bu Mira, Ida anak Bu Mira dan Bik Sumi pembantu Bu Mira.
Sudah
satu bulan ini Wawan tinggal sambil menunggu panggilan selanjutnya. Dan sudah
satu bulan ini pula Wawan punya keinginan yang aneh terhadap Bu Mira. Wanita
yang anggun, cantik dan berwibawa yang cukup lama hidup sendirian.
Wawan
tidak dapat membayangkan bagaimana mungkin wanita yang masih kelihatan muda
dari segi fisiknya itu dapat betah hidup sendirian. Bagaimana Bu Mira
menyalurkan hasrat seksualnya. Ingin sekali Wawan bercinta dengan Bu Mira.
Apalagi sering Wawan melihat Bu Mira memakai daster tipis yang menampilkan
lekuk-lekuk tubuh Bu Mira yang masih kelihatan kencang dan indah. Ingin sekali
Wawan menyentuhnya.
“Aku
harus bisa mendapatkannya..!” gumam Wawan suatu saat.
“Saya
harus mencari cara,” gumamnya lagi.
Sampai
pada suatu saat kemudian, yaitu pada saat malam Minggu, rumah kelihatan sepi,
maklum saja, Ida anak Bu Mira tidur di tempat neneknya, Bik Sumi balik ke
kampung selama dua hari, katanya ada anaknya yang sakit.
Tinggallah
Wawan dan Bu Mira sendirian di rumah. Tapi Wawan sudah mempersiapkan cara
bagaimana melampiaskan hasratnya terhadap Bu Mira.
Lama
Wawan di kamar, jam menunjukkan pukul delapan malam, dia melihat Bu Mira
menonton TV di ruang tengah sendirian. Akhirnya setelah mantap, Wawan pun
keluar dari kamarnya menuju ke ruang tengah.
“Selamat
malam, Bu, boleh saya temani..?” sejenak Wawan berbasa-basi.
“Oh,
silakan Nak Wawan..,” mempersilakan Bu Mira kepada Wawan.
“Ngomong-ngomong,
tidak keluar nih Nak Wawan, malam Minggu loh, masa di rumah terus, apa tidak bosan..?”
tanya Bu Mira kemudian.
“Ah,
nggak Bu, lagian keluar kemana, biasanya juga malam Minggu di rumah saja,”
jawab Wawan sekenanya.
Lama
mereka berdua terdiam sambil menikmati acara TV.
“Oh, ya,
Bu, boleh saya buatkan minum..?” tanya Wawan tiba-tiba.
“Lho,
tidak usah Nak Wawan, kok repot-repot..,”
“Ah,
nggak apa-apa, sekali-kali saya yang buatkan minuman untuk Ibu, masak Ibu dan
Bik Sumi saja yang selalu membuatkan minuman untuk saya.”
“Hm..,
boleh kalau begitu, Ibu ingin minum teh saja,” kata Bu Mira sambil tersenyum.
“Baiklah
Bu, kalau begitu tunggu sebentar.” segera Wawan bergegas ke dapur.
Tidak
lama kemudian Wawan sudah kembali sambil membawa nampan berisi dua teh dan sedikit
makanan kecil di piring.
“Silakan
Bu, diminum, mumpung masih hangat..!”
“Terima
kasih, Nak Wawan.”
Akhirnya
setelah sekian lama terdiam lagi, terlihat Bu Mira sudah mulai mengantuk, tidak
lama kemudian Bu Mira sudah tertidur di kursi dengan keadaan memakai daster
tipis yang menampilkan lekuk-lekuk tubuh dan payudaranya yang indah. Tersenyum
Wawan melihatnya.
“Akhirnya
aku berhasil, ternyata obat tidur yang kubeli di apotik siang tadi benar-benar
manjur, obat ini akan bekerja untuk beberapa saat kemudian,” gumam Wawan penuh
kemenangan.
“Beruntung
sekali tadi Bu Mira mau kubuatkan teh, sehingga obat tidur itu dapat kucampur
dengan teh yang diminum Bu Mira,” gumamnya sekali lagi.
Sejenak
Wawan memperhatikan Bu Mira, tubuh yang pasrah yang siap dipermainkan oleh
lelaki manapun. Timbul gejolak kelelakian Wawan yang normal tatkala melihat
tubuh indah yang tergolek lemah itu. Diremas-remasnya dengan lembut payudara
yang montok itu bergantian kanan kiri sambil tangan yang satunya bergerilnya
menyentuh paha sampai ke ujung paha.
Terdengar
desahan perlahan dari mulut Bu Mira, spontan Wawan menarik kedua tangannya.
“Mengapa
harus gugup, Bu Mira sudah terpengaruh obat tidur itu sampai beberapa saat
nanti,” gumam Wawan dalam hati.
Akhirnya
tanpa pikir panjang lagi, Wawan kemudian membopong tubuh Bu Mira memasuki kamar
Wawan sendiri. Digeletakkan dengan perlahan tubuh yang indah di atas tempat
tidur, sesaat kemudian Wawan sudah mengunci kamar, lalu mengeluarkan tali yang
memang sengaja dia simpan siang tadi di laci mejanya.
Tidak
lama kemudian Wawan sudah mengikat kedua tangan Bu Mira di atas tempat tidur.
Melihat keadaan tubuh Bu Mira yang telentang itu, tidak sabar Wawan untuk
melampiaskan hasratnya terhadap Bu Mira.
“Malam
ini aku akan menikmati tubuhmu yang indah itu Bu Mira,” kata Wawan dalam hati.
Satu-persatu
Wawan melepaskan apa saja yang dipakai oleh Bu Mira. Perlahan-lahan, mulai dari
daster, BH, kemudian celana dalam, sampai akhirnya setelah semua terlepas, Wawan
menyingkirkannya ke lantai.
Terlihat sekali sekarang Bu Mira sudah dalam keadaan polos, telanjang
bulat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Diamati oleh Wawan mulai
dari wajah yang cantik, payudara yang montok menyembul indah, perut yang
ramping, dan terakhir paha yang mulus dan putih dengan gundukan daging di
pangkal paha yang tertutup oleh rimbunnya rambut.
Sesaat
kemudian Wawan sudah menciumi tubuh Bu Mira mulai dari kaki, pelan-pelan naik
ke paha, kemudian berlanjut ke perut dan terakhir ciuman Wawan mendarat di
payudara Bu Mira. Sesekali terdengar desahan kecil dari mulut Bu Mira, tapi
Wawan tidak memperdulikannya. Diciumi dan diremas-remas kedua payudara yang
indah itu dengan mulut dan kedua tangan Wawan.
Puting
merah jambu yang menonjol indah itu juga tidak lepas dari serangan-serangan
Wawan. Dikulum-kulum kedua puting itu dengan mulutnya dengan perasaan dan
gairah birahi yang sudah memuncak. Setelah puas Wawan melakukan itu semua,
perlahan-lahan dia bangkit dari tempat tidur.
Satu-persatu
Wawan melepas pakaian yang melekat di badannya, akhirnya keadaan Wawan sudah
tidak beda dengan keadaan Bu Mira, telanjang bulat, polos, tanpa ada sehelai
benang pun yang menutupi tubuhnya. Terlihat kemaluan Wawan yang sudah
mengencang hebat siap dihunjamkan ke dalam vagina Bu Mira.
Tersenyum
Wawan melihat rudalnya yang panjang dan besar, bangga sekali dia mempunyai
rudal dengan bentuk begitu.
Perlahan-lahan
Wawan kembali naik ke tempat tidur dengan posisi telungkup menindih tubuh Bu
Mira yang telanjang itu, kemudian dia memegang rudalnya dan pelan-pelan
memasukkannya ke dalam vagina Bu Mira. Wawan merasakan vagina yang masih rapat
karena sudah setahun tidak pernah tersentuh oleh laki-laki. Akhirnya setelah
sekian lama, rudal Wawan sudah masuk semuanya ke dalam vagina Bu Mira.
Ketika
Wawan menghunjamkan rudalnya ke dalam vagina Bu Mira sampai masuk semua, terdengar
rintihan kecil Bu Mira,
“Ah..,
ah.., ah..!”
Tapi
Wawan tidak menghiraukannya, dia lalu menggerakkan kedua pantatnya maju munjur
dengan teratur, pelan-pelan tapi pasti.
“Slep..,
slep.., slep..,”
terdengar
setiap kali ketika Wawan melakukan aktivitasnya itu, diikuti dengan bunyi tempat
tidur yang berderit-derit.
“Uh..,
oh.., uh.., oh..,” sesekali Wawan mengeluh kecil, sambil tangannya terus
meremas-remas kedua payudara Bu Mira yang montok itu.
Lama
Wawan melakukan aktivitasnya itu, dirasakannya betapa masih kencangnya dan
rapatnya vagina Bu Mira. Akhirnya Wawan merasakan tubuhnya mengejang hebat,
merapatkan rudalnya semakin dalam ke vagina Bu Mira.
“Ser..,
ser.., ser..,” Wawan merasakan cairan yang keluar dari ujung kemaluannya mengalir
ke dalam vagina Bu Mira.
“Oh..
ah.. oh.. Bu Mira.., oh..!” terdengar keluhan panjang dari mulut Wawan.
Setelah
itu Wawan merasakan tubuhnya yang lelah sekali, kemudian dia membaringkan
tubuhnya di samping tubuh Bu Mira dengan posisi memeluk tubuh Bu Mira yang
telah dinikmatinya itu.
Lama
Wawan dalam posisi itu sampai pada akhirnya dia dikejutkan oleh gerakan tubuh
Bu Mira yang sudah mulai siuman. Secara reflek, Wawan bangkit dari tempat
tidurnya menuju ke arah saklar lampu dan mematikannya. Tertegun Wawan berdiri
di samping tempat tidur dalam kamar yang sudah dalam keadaan gelap gulita itu.
Sesaat kemudian terdengar suara Bu Mira.
“Oh,
dimana aku, mengapa gelap sekali..?”
Sebentar
kemudian suasana menjadi hening.
“Dan,
mengapa tanganku diikat, dan, oh.., tubuhku juga telanjang, kemana pakaianku,
apa yang terjadi..?” terdengar suara Bu Mira pelan dan serak.
Suasana
hening agak lama. Wawan tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia diam saja.
Terdengar
lagi suara Bu Mira mengeluh,
“Oh..,
tolonglah aku..! Apa yang terjadi padaku, mengapa aku bisa dalam keadaan
begini, siapa yang melakukan ini terhadapku..?” keluh Bu Mira.
Akhirnya
timbul kejantanan dalam diri Wawan, bagaimanapun setelah apa yang dia lakukan
terhadap Bu Mira, Wawan harus berterus terang mengatakannya semuanya.
“Ini
saya..,” gumam Wawan lirih.
“Siapa,
kamukah Yodi..? Mengapa kamu kembali lagi padaku..?” sahut Bu Mira agak keras.
“Bukan,
ini saya Bu.., Wawan..,” Wawan berterus terang.
“Wawan..!”
kaget Bu Mira mendengarnya.
“Apa
yang kamu lakukan pada Ibu, Wawan..? Bicaralah..! Mengapa Ibu kamu perlakukan
seperti ini..?” tanya Bu Mira kemudian.
Kemudian
Wawan bercerita mulai dari awal sampai akhir, bagaimana mula-mula dia tertarik
pada Bu Mira, sampai pada keheranannya bagaimana juga Bu Mira dapat hidup
sendiri selama setahun tanpa ada laki-laki yang dapat memuaskan hasrat birahi
Bu Mira.
Juga
tidak lupa Wawan menceritakan semua yang dia lakukan terhadap Bu Mira selama Bu
Mira tidak sadar karena pengaruh obat tidur. Tertegun Bu Mira mendengar semua
perkataan Wawan. Lama mereka terdiam, tapi terdengar Bu Mira bicara lagi.
“Wawan..,
Wawan.., Ibu memang menginginkan laki-laki yang bisa memuaskan hasrat birahi
Ibu, tapi bukan begini caranya, mengapa kamu tidak berterus-terang pada Ibu
sejak dulu, kalaupun kamu berterus terang meminta kepada Ibu, pasti Ibu akan
memberikannya kepadamu, karena Ibu juga merasakan bagaimana tidak enaknya hidup
sendiri tanpa laki-laki.”
“Terus
terang saya malu Bu, saya malu kalau Ibu menolak saya.”
“Tapi
setidaknya kan, berterus terang itu lebih sopan dan terhormat daripada harus memperlakukan
Ibu seperti ini.”
“Saya
tahu Bu, saya salah, saya siap menerima sanksi apapun, saya siap diusir dari
rumah ini atau apa saja.”
“Oh,
tidak Wawan, bagaimanapun kamu telah melakukannya semua terhadap Ibu. Sekarang
Ibu tidak lagi terpengaruh oleh obat tidur itu lagi, Ibu ingin kamu
melakukannya lagi terhadap Ibu apa yang kamu perbuat tadi, Ibu juga
menginginkannya Wawan tidak hanya kamu saja.”
“Benar
Bu..?” tanya Wawan kaget.
“Benar
Wawan, sekarang nyalakanlah lampunya, biar Ibu bisa melihatmu seutuhnya,” pinta
Bu Mira kemudian.
Tanpa
pikir panjang lagi, Wawan segera menyalakan lampu yang sejak tadi padam.
Sekarang terlihatlah kedua tubuh mereka yang sama-sama polos, dan telanjang
bulat dengan posisi Bu Mira terikat tangannya.
“Oh
Wawan, tubuhmu begitu atletis. Kemarilah, nikmatilah tubuh Ibu, Ibu
menginginkannya Wawan..! Ibu ingin kamu memuaskan hasrat birahi Ibu yang selama
ini Ibu pendam, Ibu ingin malam ini Ibu benar-benar terpuaskan.”
Perlahan
Wawan mendekati Bu Mira, diperhatikan wajah yang tambah cantik itu karena
memang kondisi Bu Mira yang sudah tersadar, beda dengan tadi ketika Bu Mira
masih tidak sadarkan diri.
Diusap-usapnya
dengan lembut tubuh Bu Mira yang polos dan indah itu, mulai dari paha, perut,
sampai payudara. Terdengar suara Bu Mira menggelinjang keenakan.
“Terus..,
Wawan.., ah.. terus..!” terlihat tubuh Bu Mira bergerak-gerak dengan lembut mengikuti
sentuhan tangan Wawan.
“Tapi,
Wawan, Ibu tidak ingin dalam keadaan begini, Ibu ingin kamu melepas tali
pengikat tangan Ibu, biar Ibu bisa menyentuh tubuhmu juga..!” pinta Ibu Mira
memelas.
“Baiklah
Bu.”
Sedetik
kemudian Wawan sudah melepaskan ikatan tali di tangan Bu Mira. Setelah itu
Wawan duduk di pinggir tempat tidur sambil kedua tangannya terus mengusap-usap
dan meremas-remas perut dan payudara Bu Mira.
“Nah, begini
kan enak..,” kata Bu Mira.
Sesaat
kemudian ganti tangan Bu Mira yang meremas-remas dan menarik maju mundur
kemaluan Wawan, tidak lama kemudian kemaluan Wawan yang diremas-remas oleh Bu
Mira mulai mengencang dan mengeras.
Benar-benar
hebat si Wawan ini, dimana tadi kemaluannya sudah terpakai sekarang mengeras
lagi. Benar-benar hyper dia.
“Oh..,
Wawan, kemaluanmu begitu keras dan kencang, begitu panjang dan besar, ingin Ibu
memasukkannya ke dalam vagina Ibu.” kata Bu Mira lirih sambil terus
mempermainkan kemaluan Wawan yang sudah membesar itu.
Diperlakukan
sedemikian rupa, Wawan hanya dapat mendesah-desah menahan keenakan.
“Bu
Mira, oh Bu Mira, terus Bu Mira..!” pinta Wawan memelas.
Semakin
hebat permainan seks yang mereka lakukan berdua, semakin hot, terdengar
desahan-desahan dan rintihan-rintihan kecil yang keluar dari mulut mereka
berdua.
“Oh Wawan,
naiklah ke atas tempat tidur, naiklah ke atas tubuhku, luapkan hasratmu,
puaskan diriku, berikanlah kenikmatanmu pada Ibu..! Ibu sudah tak tahan lagi,
ibu sudah tak sabar lagi..” desis Bu Mira memelas dan memohon.
Sesaat
kemudian Wawan sudah naik ke atas tempat tidur, langsung menindih tubuh Bu Mira
yang telanjang itu, sambil terus menciumi dan meremas-remas payudara Bu Mira
yang indah itu.
“Oh, ah,
oh, ah.., Wawan oh..!” tidak ada kata yang lain yang dapat diucapkan Bu Mira
yang selain merintih dan mendesah-desah
begitu
juga dengan Wawan yang hanya dapat mendesis dan mendesah, sambil
menggosok-gosokkan kemaluannya di atas permukaan vagina Bu Mira. Reflek Bu Mira
memeluk erat-erat tubuh Wawan sambil sesekali mengusap-usap punggung Wawan.
Sampai
suatu ketika, tangan Bu Mira memegang kemaluan Wawan dan memasukkannya ke dalam
vaginanya. Pelan dan pasti Wawan mulai memasukkan kemaluannya ke dalam vagina
Bu Mira, sambil kedua kakinya bergerak menggeser kedua kaki Bu Mira agar
merenggang dan tidak merapat, lalu menjepit kedua kaki Bu Mira dengan kedua
kakinya untuk terus telentang.
Akhirnya
setelah sekian lama berusaha, karena memang tadi Wawan sudah memasukkan
kemaluannya ke dalam vagina Bu Mira, sekarang agak gampang Wawan menembusnya,
Wawan sudah berhasil memasukkan seluruh batang kemaluannya ke dalam vagina Bu
Mira.
Kemudian
dengan reflek Wawan menggerakkan kedua pantatnya maju mundur teru-menerus
sambil menghunjamkan kemaluannya ke dalam vagina Bu Mira.
“Slep..,
slep.., slep..,” terdengar ketika Wawan melakukan aktivitasnya itu.
Terlihat
tubuh Bu Mira bergerak menggelinjang keenakan sambil terus menggoyang-goyangkan
pantatnya mengikuti irama gerakan pantat Wawan.
“Ah..,
ah.., oh.. Wawan.., jangan lepaskan, teruskan, teruskan, jangan berhenti Wawan,
oh.., oh..!” terdengar rintihan dan desahan nafas Bu Mira yang keenakan.
Lama
Wawan melakukan aktivirasnya itu, menarik dan memasukkan kemaluannya terus-menerus
ke dalam vagina Bu Mira.
Sambil
mulutnya terus menciumi dan mengulum kedua puting payudara Bu Mira.
“Oh..,
ah.. Bu Mira, oh.., kamu memang cantik Bu Mira, akan kulakukan apa saja untuk
bisa memuaskan hasrat birahimu, ih.., oh..!” desis Wawan keenakan.
“Oh..,
Wawan.., bahagiakanlah Ibu malam ini dan seterusnya, oh Wawan.., Ibu sudah tak
tahan lagi, oh.., ah..!”
Semakin
cepat gerakan Wawan menarik dan memasukkan kemaluannya ke dalam vagina Bu Mira,
semakin hebat pula goyangan pantat Bu Mira mengikuti irama permainan Wawan,
sambil tubuhnya terus menggelinjang bergerak-gerak tidak beraturan.
Semakin
panas permainan seks mereka berdua, sampai akhirnya Bu Mira merintih
“Oh..,
ah.., Wawan.., Ibu sudah tak tahan lagi, Ibu sudah tak kuat lagi, Ibu mau
keluar, oh Wawan.., kamu memang perkasa..!”
“Keluarkan
Bu..! Keluarkanlah..! Puaskan diri Ibu..! Puaskan hasrat Ibu sampai ke
puncaknya..!” desis
Wawan menimpali.
“Mari
kita keluarkan bersama-sama Bu Mira..! Oh, aku juga sudah tak tahan lagi,”
desis Wawan kemudian.
Setelah
berkata begitu, Wawan menambah genjotannya terhadap Bu Mira, terus-menerus
tanpa henti, semakin cepat, semakin panas, terlihat sekali kedua tubuh yang
basah oleh keringat dan telanjang itu menyatu begitu serasi dengan posisi tubuh
Wawan menindih tubuh Bu Mira.
Sampai
akhirnya Wawan merasakan tubuhnya mengejang hebat, begitu pula dengan tubuh Bu
Mira. Keduanya saling merapatkan tubuhnya masing-masing lebih dalam, seakan-akan
tidak ada yang memisahkannya.
“Ser..,
ser.., ser..!”
terasa
keluar cairan kenikmatan keluar dari ujung kemaluan Wawan mengalir ke dalam
vagina Bu Mira, begitu nikmat seakan-akan seperti terbang ke langit ke tujuh,
begitu pula dengan tubuh Bu Mira seakan-akan melayang-layang tanpa henti di
udara menikmati kepuasan yang diberikan oleh Wawan.
Sampai
akhirnya mereka berdua berhenti karena merasa kelelahan yang amat sangat setelah
bercinta begitu hebat.
Sejenak
kemudian, masih dengan posisi yang saling menindih, terpancar senyum kepuasan
dari mulut Bu Mira.
“Wawan,
terima kasih atas apa yang telah kau berikan pada Ibu..,” kata Bu Mira sambil
tangannya mengelus-elus rambut Wawan.
“Sama-sama
Bu, aku juga puas karena sudah membuat Ibu berhasil memuaskan hasrat birahi
Ibu,” sahut Wawan dengan posisi menyandarkan kepalanya di atas dada Bu Mira.
Suasana
yang begitu mesra.
“Selama
disini, mulai malam ini dan seterusnya, Ibu ingin kamu selalu memberi kepuasan
birahi Ibu..!” pinta Ibu Mira.
“Saya
berjanji Bu, saya akan selalu memberikan yang terbaik bagi Ibu..,” kata Wawan
kemudian.
“Ah,
kamu bisa saja Wan,” tersungging senyum di bibir Bu Mira.
“Tapi, ngomong-ngomong bagaimana dengan Ida dan Bik Sumi..?” tanya Wawan.
“Tapi, ngomong-ngomong bagaimana dengan Ida dan Bik Sumi..?” tanya Wawan.
“Lho,
kita kan bisa mencari waktu yang tepat. Disaat Ida berangkat sekolah juga bisa,
dan Bik Sumi di dapur. Di saat keduanya tidur pun kita bisa melakukannya.
Pokoknya setiap saat dan setiap waktu..!” jawab Bu Mira manja sambil tangannya
mengusap-usap punggung Wawan.
Sejenak
Wawan memandang wajah Bu Mira, sesaat kemudian keduanya sama-sama tertawa
kecil. Akhirnya apa yang mereka pendam berdua terlampiaskan sudah. Sambil
dengan keadaan yang masih telanjang dan posisi saling merangkul mesra, mereka
akhirnya tertidur kelelahan.